Padang pengembalaan ternak |
Masalah lingkungan hidup selalu terdengar. Segala pemberitaan tentang
kerusakan lingkungan hidup tidak lagi asing apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar. Peristiwa terjadi tanpa kompromi. Kapan saja
dan dimana saja akan terjadi, dan manusia hanya bisa mengira ngira. Dan melalui
pemanfaatan kecanggihan teknologi yang ada, manusia hanya bisa
menghindar dan menyelamatkan diri. Oleh karena itu, tak jarang kecemasan manusia akan dampak yang lebih besar, terus menerus
membayangi hidup manusia. Dengan demikian, timbul dalam pikiran kita bahwa alam
adalah musuh bagi manusia,
Kejadian demi kejadian
yang dialami di dalam negeri ini .
Tidak sedikit kerugian yang dialami, termasuk nyawa manusia juga. Namun ada beberapa
hal yang perlu dipertanyakan, apakah kejadian tersebut sudah cukup
menyadarkan manusia untuk melihat kesalahan dalam dirinya? Ataukah
manusia justru merasa lebih nyaman dengan sikap menghindar dan
menyelamatkan diri tanpa suatu pencarian solusi yang lebih baik dan
lebih tepat lagi?
ada beberapa usaha yang harus dilakukan oleh manusia dalam upaya pelestarian lingkungan
hidup, yaitu upaya , perubahan konsep atau pemahaman tentang
alam dan menanamkan budaya pelestari.
Lowo |
Upaya Rekonsiliasi
Kenyataan kerusakan
lingkungan hidup dan efeknya terus berlangsung dan terjadi. Manusia
cenderung untuk menangisi nasibnya. Lama-kelamaan tangisan terhadap
nasib itu terlupakan dan dianggap sebagai hembusan angin yang berlalu.
Bekas tangisan karena efek dari kerusakan lingkungan yang dialaminya
hanya tinggal menjadi suatu memori untuk dikisahkan. Tapi perlu diingat
bahwa tidaklah cukup jika manusia hanya sebatas menangisi nasibnya,
tetapi pada kenyataannya tidak pernah sadar bahwa semua kejadian
tersebut adalah hasil dari suatu perilaku dan tindakan yang patut
diperbaiki dan diubah.
Setiap peristiwa dan
kejadian alam sebagai akibat dari kerusakan lingkungan hidup merupakan
suatu pertanda bahwa manusia mesti sadar dan berubah. Upaya rekonsiliasi
menjadi suatu sumbangan positif yang perlu disadari. Tanpa sikap
rekonsiliasi, maka kejadian-kejadian alam sebagai akibat kerusakan
lingkungan hidup hanya akan menjadi langganan yang terus-menerus dituai.
Lalu, usaha manusia
untuk selalu menghindarkan diri dari akibat kerusakan lingkungan hidup
tersebut hendaknya bukan dipahami sebagai suatu kenyamanan saja. Tetapi
justru kesempatan itu menjadi titik tolak untuk memulai suatu perubahan.
Perubahan untuk dapat mencegah dan meminimalisir efek yang lebih besar.
Jadi, sikap rekonsiliasi dari pihak manusia dapat memungkinkannya
melakukan perubahan demi kenyamanan di tengah-tengah lingkungan
hidupnya.
Perubahan Konsep Manusia Tentang Alam
Salah satu paham yang
mungkin menjadi akar permasalahan seputar kerusakan lingkungan hidup
adalah terjadinya pergeseran konsep manusia tentang alam. Berbagai fakta
kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di dalam tanah air kita tidak
lain adalah hasil dari suatu pergeseran pemahaman manusia tentang alam.
Cara pandang tersebut melahirkan tindakan yang salah dan membahayakan.
Misalnya, konsep tentang alam sebagai obyek. Konsep ini seolah-olah
bahkan secara terang-terangan memberi indikasi bahwa manusia cenderung
untuk mempergunakan alam semau gue. Dan tindakan dan perilaku
manusia dalam mengeksplorasi alam terus terjadi, tanpa disertai suatu
pertanggung jawaban bahwa alam perlu dijaga keutuhan dan kelestariannya.
Oleh karena itu, tak
jarang pula binatang-binatang yang seharusnya dilindungi pada akhirnya
menjadi korban perburuan manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.
Pemabalakan liar yang terjadi pun tak dapat dibendung lagi. Pencemaran
tanah dan air sudah menjadi lagu lama yang terus dinikmati. Dan
permasalahan seputar polusi telah menjadi semacam udara segar yang terus
dihirup manusia tanpa menyadari bahwa terdapat kandungan toksin yang
membahayakan. Jadi, di sini alam merupakan obyek yang terus menerus
dieksplorasi dan dipergunakan sejauh manusia membutuhkannya.
Berhadapan dengan
kenyatan demikian, maka menurut saya perlu suatu perubahan konsep yang
baru. Konsep yang dimaksud adalah melihat alam sebagai subyek. Konsep
alam sebagai subyek berarti manusia dalam mempergunakan alam membutuhkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab. Di sini tampak bahwa manusia dalam
kesaksian hidupnya dapat menghargai dan mempergunakan alam secara
efektif dan bijaksana. Misalnya, orang Papua memahami alam sebagai ibu
yang memberi kehidupan. Artinya alam dilihat sebagai ibu yang
daripadanya manusia dapat memperoleh kehidupan. Oleh karena itu,
tindakan yang merusak lingkungan secara tidak langsung telah merusak
kehidupan itu sendiri.
Hutan dan air |
Membangun Budaya Pelestari
Kedua upaya melestarikan
lingkungan hidup sebagaimana yang telah saya uraikan diatas akan dapat
tercapai, jika manusia sungguh-sungguh berusaha membangun dan menanamkan
suatu budaya pelestari. Dengan semangat budaya pelestari, manusia
senantiasa mempertimbangan segi baik dan buruknya dalam mempergunakan
hasil alam. Segi yang baik bahwa manusia bertindak selektif dan
mengambil apa yang memang dibutuhkan tanpa bersikap boros. Dengan
demikian, manusia telah dengan sendirinya merasa sebagai bagian dari
alam yang mesti dijaga kelestariannya.
Salah satu hal yang
perlu dilakukan adalah menanamkan budaya pelestari tersebut kepada
anak-anak sejak berada di bangku pendidikan. Misalnya pemberian porsi
yang lebih kurang banyak tentang persoalan lingkungan hidup agar
terbangunlah semangat kesadaran untuk menghargai dan menghormati
lingkungan tempat tinggalnya. Tidak sebatas itu saja, tetapi perlu juga
membiasakan anak-anak untuk terlibat dalam upaya-upaya pelestarian
lingkungan hidup. Jadi, adanya perpaduan antara teori dan praktek. Dengan demikian, melalui pembiasaan yang dilakukan
secara kontinyu tersebut generasi yang akan datang semakin menyadari
akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
0 Komentar