INTEGRASI TERNAK DAN TANAMAN
UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh: Benyamin Gosa
Ketua Devisi Pengembangan Masyarakat Yayasan Tananua Flores
Dasar pemikiran
Pola integrasi antara tanaman pangan dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, timbal balik antara keduanya dapat memperbaiki kondisi kesuburan tanah dan kondisi ternak untuk produksi yang lebih baik. Kotoran ternak jadi pupuk untuk tanaman, dedaunan jadi pakan ternak.
AKTIFITAS PERTANIAN HARUS DI MULAI DARI….
MIMPI-MIMPI KELUARGA PETANI DIWUJUDKAN DALAM PERENCANAAN KEBUN
Mengapa Harus Pertanian Berkelanjutan?
Dibalik kesuksesannya, tidak dapat dipungkiri ternyata revolusi hijau juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Maraknya penggunaan pupuk anorganik, pestisida, herbisida dan intensifnya eksploitasi lahan dalam jangka panjang membawa konsekuensi berupa kerusakan lingkungan, mulai dari tanah, air, udara maupun makhluk hidup. Penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tersebut berimplikasi pada rusaknya struktur tanah dan musnahnya mikroba tanah sehingga dari hari ke hari lahan pertanian kita menjadi semakin kritis (Bendang, SPI). Praktek-praktek pertanian modern yang dilakukan dengan tidak bijak mengakibatkan pencemaran lingkungan, keracunan, panyakit dan kematian pada makhluk hidup, yang selanjutnya dapat menimbulkan bencana dan malapetaka (Tandisau dan Herniwati, 2009).
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan, revolusi hijau mendapat kritikan dari berbagai kalangan. Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang telah ditetapkan, revolusi hijau juga menciptakan ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial. Ketidakadilan ekonomi muncul karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan sarana produksi pertanian, sementara ketimpangan sosial terjadi diantara petani dan komunitas di luar petani (Sahiri N, 2003).
Adanya dinamika tersebut mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan suatu sistem pertanian yang dapat bertahan hingga ke generasi berikutnya dan tidak merusak alam. Dalam dua dekade terakhir telah berkembang konsep pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas melalui peningkatan produksi pertanian yang dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga keberlanjutan produksi dapat terus dipertahankan dalam jangka panjang dengan meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan (Fadlina dkk, 2013: 44).
Apakah Perbedaan antara Pertanian Konvensional dan Pertanian Berkelanjutan?Tabel berikut menyajikan secara garis besar perbedaan antara pertanian konvensional/modern dengan pertanian berkelanjutan:
Pertanian Konvensional/Modern Pertanian BerkelanjutanSangat tergantung pada kemajuan inovasi teknologi Sangat tergantung pada manajemen, pengetehauan serta keterampilan petaniMembutuhkan investasi modal yang besar untuk Pada umumnya tidak membutuhkan investasi produksi dan pengembangan teknologi modal yangbesarSkala pertanian yang cukup luas/besar Skala pertanian kecil dan menengahSistem tanam: monokultur Sistem tanam: diversifikasiPenggunaan pupuk dan pestisida kimiawi Meminimalisir penggunaan pupuk dan pestisidasecara luas kimiawi, mengalihkannya dengan pupuk dan pestisida alamiBiaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga Biaya upah tenaga kerja lebih tinggi karenakerja relatif rendah karena hanya dibutuhkan dibutuhkan lebih banyak tenaga kerjasedikit tenaga kerja Ketergantungan yang tinggi pada penggunaan Penggunaan bahan bakar fosil dalam prosesbahan bakar untuk sumber energi pada produksi relatif lebih rendah karena minim produksi pertanian, produksi pupuk, penggunaan mesin pertanian, tidak mempro-pengepakan, transportasi, dan pemasaran duksi pupuk kimiawi, dan dalam pemasarannya pun lebih menekankan pada pemasaran secara langsung dan bersifat lokal (areal pertanian dekat dengan konsumen sehingga jalur distribusi lebih pendek dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional)
Berbagai penelitian mengenai pertanian berkelanjutan telah banyak dilakukan, diantaranya menunjukkan bukti bahwa pertanian berkelanjutan mampu meningkatkan produktivitas lebih tinggi daripada pertanian konvensional. Studi terhadap 286 proyek pertanian berkelanjutan di 57 negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika antara tahun 1999 dan 2000 menunjukkan terjadinya kenaikan hasil rata-rata hingga 79%. Proyek-proyek tersebut menerapkan teknik penggunaan air yang lebih efisien, peningkatan jumlah bahan organik dalam tanah serta pemerangkapan karbon, dan pengendalian hama, gulma dan penyakit tanaman dengan teknik pengelolaan hama terpadu. Pada tahun tersebut, tercatat 12,6 juta petani telah mengadopsi praktek pertanian berkelanjutan dengan luas areal pertanian berkisar 37 juta hektar atau setara dengan 3% dari luas lahan yang dapat ditanami di Afrika, Asia dan Amerika Latin (Rukmana, 2012).
Studi yang dilakukan Rodale Institute pada tahun 2011 menunjukkan keunggulan pertanian organik, yang merupakan contoh dari pertanian berkelanjutan, dibandingkan dengan pertanian konvensional. Keunggulan tersebut yakni performa yang lebih baik pada musim kamarau dan menghemat 45% penggunaan energi daripada pertanian konvensional. Pertanian konvensional menghasilkan 40% lebih banyak emisi gas rumah kaca yang dapat memperparah pemanasan global. Rodale Institute lebih lanjut lagi menemukan fakta bahwa pertanian organik tiga kali lebih menguntungkan dibandingkan dengan pertanian konvensional. Data selama periode 2008-2010 menunjukkan keuntungan yang diperoleh pertanian organik mencapai $ 1.395/hektar setiap tahunnya, sementara pertanian konvensional hanya memperoleh $ 475/hektar/tahun. Iowa State University juga melakukan kajian yang serupa dan mengungkap keuntungan yang diperoleh pertanian organik untuk setiap tahunnya mencapai $ 500/hektar lebih besar dari pertanian konvensional. Hal ini disebabkan rendahnya biaya produksi pertanian organik karena tidak memerlukan biaya untuk pembelian pestisida dan pupuk sintetis dengan harga yang cukup mahal, serta harga tanaman organik yang relatif lebih tinggi di pasaran (Maquito, 2012).
Bagaimana Suatu Sistem Pertanian Dikatakan Berkelanjutan?
Untuk dapat dikatakan berkelanjutan, suatu sistem pertanian harus memenuhi prinsip dasar yang secara umum merupakan adopsi dari prinsip dasar pembangunan berkelanjutan (Rukmana, 2012). Tiga prinsip dasar sistem pertanian berkelanjutan meliputi:
1. Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan secara ekonomi dimaksudkan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri (Fauzi, 2004). Pertanian berkelanjutan dapat dilakukan melalui peningkatan pengelolaan tanah dan rotasi tanaman dengan tetap menjaga kualitas tanah dan ketersediaan air sehingga peningkatan produksi pertanian dapat terus dipertahankan hingga jangka panjang.
2. Keberlanjutan Ekologi/Lingkungan
Sistem yang berkelanjutan secara ekologi/lingkungan merupakan usaha untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan berlaku adil bagi generasi mendatang (Keraf, 2002). Pertanian berkelanjutan dapat dicapai dengan melidungi, mendaur ulang, mengganti dan/atau mempertahankan basis sumberdaya alam seperti tanah, air, dan keanekaragaman hayati yang memberikan sumbangan bagi perlindungan modal alami.
3. Keberlanjutan Sosial budaya
Keberlanjutan sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik baik dalam bidang kesehatan, gender, maupun akuntabilitas politik (Fauzi, 2004). Dalam pertanian berkelanjutan, keberlanjutan sosial berkaitan dengan kualitas hidup dan kesejahteraan dari mereka yang terlibat dalam sektor ini. Pertanian berkelanjutan memberikan solusi bagi permasalahan pengangguran karena sistem ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional yang lebih mengedepankan penggunaan mesin dan alat-alat berat.
Kegiatan Apa yang dapat Menunjang Pertanian Berkelanjutan?
Salah satu contoh penerapan pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian organik. Pertanian organik adalah metode produksi tanaman yang berfokus pada perlindungan lingkungan. Metode ini menghindari penggunaan input kimia, seperti pupuk dan pestisida (Abando dan Rohnerthielen, 2007 dalam Theocharopoulos et al., 2012). Teknik-teknik yang digunakan dalam pertanian organik merupakan pendekatan dari sistem pertanian berkelanjutan yang menekankan pada pelestarian dan konservasi sumber daya alam guna terciptanya keseimbangan ekosistem dan memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas pertanian dalam jangka panjang. Kegiatan-kegiatan yang menunjang pertanian berkelanjutan diantaranya adalah sebagai berikut (Sudirja, 2008):
1. Pengendalian Hama TerpaduPengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan ramah lingkungan dengan mengesampingkan penggunaan pestisida kimiawi melalui metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengendalian hama yang dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan (Juanda dan Cahyono, 2005) dengan cara-cara yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup (Endah dan Abidin, 2002). Beberapa cara pengendalian hama terpadu yakni:menggunakan serangga atau binatang-binatang yang dikenal sebagai musuh alami hama seperti Tricogama sp. yang merupakan musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman,menggunakan tanaman penangkap hama untuk menjauhkan hama dari tanaman utama,melakukan rotasi tanaman untuk mencegah terakumulasinya pathogen dan hama yang sering menyerang satu spesies saja. 2. Konservasi Tanah Konservasi tanah dapat diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan dan dapat berfungsi secara berkelanjutan (Arsyad, 2006). Kegiatan konservasi tanah diantaranya dengan membuat sengkedan atau terasering pada lahan miring untuk mencegah terjadinya erosi, melakukan reboisasi atau penanaman kembali lahan kritis, melakukan pergiliran tanaman atau crop rotation dan menanam tanaman penutup tanah (cover crop). 3. Menjaga Kualitas Air Menjaga dan melindungi sumberdaya air untuk tetap mempertahankan kualitasnya pada kondisi alamiahnya merupakan hal mutlak dalam pertanian. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, produktivitas dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya air. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas air antara lain: mengurangi penggunaan senyawa kimia sintetis ke dalam tanah yang dapat mencemari air tanah, menggunakan irigasi tetes yang menghemat penggunaan air dan pupuk, melakukan penanaman, pemeliharaan dan kegiatan konservasi tanah pada kawasan lahan kritis terutama di hulu daerah aliran sungai. 4. Tanaman Pelindung Penanaman tanaman pelindug seperti gandum dan semanggi di akhir musim panen tanaman sayuran atau sereal bermanfaat untuk menekan pertumbuhan gulma, mencegah erosi dan meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah. 5. Diversifikasi Tanaman Diversifikasi tanaman merupakan teknik menanam/memelihara lebih dari satu jenis tanaman dalam satu areal lahan pertanian. Cara ini adalah salah satu alternatif untuk mengurangi resiko kegagalan usaha pertanian akibat kondisi cuaca ekstrim, serangan hama pengganggu tanaman, dan fluktuasi harga pasar. Diversifikasi tanaman juga dapat berkontribusi bagi konservasi lahan, menjaga kelestarian habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang bermanfaat. Dari segi ekonomi, diversifikasi tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani sepanjang tahun dan meminimalkan kerugian akibat kemungkinan kegagalan dari menanam satu jenis tanaman saja. 6. Pengelolaan Nutrisi Tanaman Pengelolaan nutrisi tanaman diperlukan untuk meningkatkan kondisi tanah serta melindungi lingkungan tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk kandang dan tanaman kacang-kacangan sebagai penutup tanah yang tidak hanya menyuburkan tanah tetapi juga dapat menekan biaya pembelian pupuk anorganik yang harus dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk organik yang dapat dimanfaatkan antara lain pupuk kompos, kascing, dan pupuk hijau (dedaunan).
7. Agroforestri (wanatani)
Agroforestri merupakan sistem tata guna lahan (ushatani) yang mengkombinasikan tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Sistem ini membantu terciptanya keanekaragaman tanaman dalan suatu luasan lahan untuk mengurangi resiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta meminimalisir kebutuhan pupuk dari luar lahan karena adanya daur-ulang sisa tanaman (Ruijter dan Agus, 2004).
Penutup
0 Komentar