Ende-Tananuaflores.id- BUMDes – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi baru saja mengumumkan, memasuki Juli 2018 saat ini, jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di seluruh
Indonesia mencapai 35 ribu dari 74.910 desa di seluruh bumi nusantara. Jumlah
itu lima kali lipat dari target Kementerian Desa yang hanya mematok 5000
BUMDes. Apakah itu berarti kekuatan BUMDes sudah siap menjadi kekuatan ekonomi
raksasa di Indonesia?
Masalahnya,
hingga sampai saat ini, berbagai data menyebut bahwa sebagian besar BUMDes
masih sebatas berdiri dan belum memiliki aktivitas peluang usaha
rumahan yang menghasilkan. Sebagian lagi malah layu sebelum
berkembang karena masih ‘sedikitnya’ pemahaman BUDMdes pada sebagian besar
kepala desa.
Ada
beragam masalah yang membuat ribuan BUMDes belum tumbuh sebagaimana harapan.
Pertama, karena wacana BUMDes bagi banyak desa baru masih seumur jagung
terutama sejak disahkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sejak
saat itu pemerintah lalu menggenjot isu pendirian BUMDes di seluruh desa di
penjuru nusantara. Ini membuat Kementerian Desa menjadi salah satu Kementerian
yang paling sibuk keliling seluruh pelosok negeri demi sosialisasi jabang bayi
bernama BUMDes ini.
Kedua,
selama bertahun-tahun desa adalah struktur pemerintahan yang berjalan atas
dasar instruksi dari lembaga di atasnya. Hampir semua yang diurus Kepala
Desa dan pasukan perangkatnya berpusat pada masalah administrasi.
Kalaupun
desa mendapatkan porsi membangun, anggaran yang mengucur boleh dikatakan
sebagai ‘sisanya-sisa’. Maka lahirnya UU Desa membuat Kepala Desa dan
jajaran-nya membutuhkan waktu untuk mempelajari Undang undang dan berbagai
peran dan tanggung jawab baru berkaitan dengan datangnya BUMDes di desanya.
Pengesahan
UU Desa adalah titik balik sejarah bagi desa di Indonesia. Desa yang
selama ini hidup hanya sebagai obyek dan dianggap hanya cukup menjalankan
instruksi saja, berubah total.
Visi
Presiden Joko Widodo yang menetapkan program membangun Indonesia dari pinggiran
dalam Nawacita-nya adalah salahsatu yang membuat desa mendapatkan nasib baik.
Perubahan mulai menyinari sudut-sudut wilayah Indonesia: desa.Pengesahan
UU Desa, Nawacita dan kemudian dana desa memang amunisi baru yang membuat desa
memiliki kekuatan besar membangun diri. Tetapi di sisi lain ini adalah
tantangan yang benar-benar berbeda dari sejarah desa sebelumnya.
Jika
pada masa lalu struktur pemerintahan di atas desa bisa melakukan intervensi
kebijakan yang dibuat desa, kini hal itu tinggal kenangan saja. Desa sepenuhnya
memiliki wewenang untuk merumuskan langkahnya sendiri melalui Musyawarah Desa. Ini
menjadi PR besar bukan hanya Kementerian Desa untuk bisa menjelaskan BUMDes
kepada seluruh desa di seluruh nusantara. Tetapi juga tantangan besar bagi para
kepala desa di berbagai pelosok negeri untuk memahami dan menjalankannya.
Bukan
hanya dalam masalah merumuskan bagaimana dirinya akan membangun, desa juga
memiliki wewenang sepenuhnya mengelola Dana Desa untuk mewujudkan kesejahteraan
desa. Bukan main-main, dana desa langsung ditransfer dari rekening APBN ke desa
sehingga kini anggaran untuk desa tidak perlu lagi ‘mampir’ ke berbagai pos dan
tercecer-cecer di jalan. Jumlah
dana desa juga bukan angka kecil, dalam empat tahun ini negara telah
menggelontoran Rp. 187 triliun. Tahun 2018 ini, Dana Desa dianggarka Rp. 60
triliun dan direncanakan bakal naik pada 2019. Ini
adalah anggaran paling besar yang digelontorkan langsung ke desa sepanjang
sejarah kekuasaan negeri ini. Jaman perubahan benar-benar datang ke desa.
Dilindungi oleh Undang Undang, dipersenjatai beragai keputusan pemerintah
pendukung UU dan dilengkapi amunisi berupa dana desa yang cukup besar, desa
mulai merubah nasibnya.
Apa
itu BUMDes?
BUMDes
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan
desa. Lembaga ini digadang-gadang sebagai kekuatan yang akan bisa mendorong
terciptanya peningkatan kesejahteraan dengan cara menciptakan produktivitas
ekonomi bagi desa dengan berdasar pada ragam potensi yang dimiliki desa.
BUMDes
harus lahir atas kehendak seluruh warga desa yang diputuskan melalui Musyawarah
Desa (Musdes). Musdes adalah forum tertinggi melahirkan berbagai keputuan utama
dalam BUMDes mulai dari nama lembaga, pemilihan pengurus hingga jenis usaha
yang bakal dijalankan.
Dalam
proses ini setidaknya ada dua pertemuan besar yang melibatkan seluruh elemen
penting warga desa secara perwakilan. Yang pertama adalah sosialisasi dan
pembentukan tim yang bertugas mengawal seluruh proses pembentukan dan pertemuan
kedua untuk melahirkan berbagai keputusan final. Seluruh proses ini tentu saja
menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa sebagai penyelenggaranya.
Apakah
setelah BUMDes lahir berarti lantas harus bertanggungjawab terhadap urusan
pemberdayaan ekonomi desa? Ini yang sering salah dipahami. BUMDes lahir sebagai
lembaga desa yang berfungsi menciptakan kesejahteraan warga dengan memanfaatkan
aset dan potensi yang dimiliki desa dan dipersenjatai modal penyertaan dari
desa. Maka
tidak berarti semua urusan ekonomi desa masuk dalam ranah BUMDes, sama sekali
tidak. Soalnya di desa masih ada banyak lembaga ekonomi yang tidak masuk dalam
cakupan BUMDes bahkan tidak bisa di BUMDes-kan. Maka
perlu digaris-bawahi, yang paling menentukan berkembang dan tidaknya ekonomi
desa adalah: Kepala Desa! Ya, bagaimanapun seluruh rangkaian proses ini sangat
dipengaruhi oleh kemampuan persoalan seorang kepala desa dalam menjalankan visi
ekonomi untuk desanya.
Jaman
sekarang ini, kepala desa tidak hanya berfungsi sebagai pemberi tanda-tangan
berbagai dokumen administratif dan hal-hal yang formal saja. Melainkan harus
memiliki visi yang kuat, pengetahuan yang mumpuni mengenai Undang undang
termasuk UU Desa, menguasai informasi terbaru mengenai potensi ekonomi desa dan
memiliki kemampuan melakukan analisa terhadap berbagai peluag ekonomi baik di
desa maupun di luar desanya. Dengan kata lain, sekarang ini seorang Kepala Desa
harus menjadi seorang Arsitek Ekonomi Desa.
Dana
Desa untuk Apa?
Sejatinya,
dana desa tidak hanya difokuskan untuk program ekonomi saja melainkan
juga pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas pelayanan publik juga
termasuk memberantas gangguan pertumbuhan anak-anak di desa akibat stunting.
Tetapi semua program itu pada akhirnya bakal secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kesiapan desa mengembangkan ekonomi warganya.
Ada
empat bidang prioritas yang harus diilakukan desa dalam program dana desa.
Pertama, desa harus menemukan produk unggulan wilayah perdesaan. Produk
unggulan yang dimaksud adalah jenis komoditas berupa produk yang lahir dari
desa tersebut. Produk
unggulan haruslah produk yang memiliki berbagai kelebihan seperti kualitas yang
tak banyak dimiliki wilayah-wilayah lainnya. Misalnya, beberapa desa memusatkan
diri mereka memproduksi komoditas hasil pertanian seperti padi dan lain-lain karena
memiliki lahan pertanian yang subur.
Ada
pula desa yang fokus pada pengolahan hasil kelautan misalnya, biasanya ini
dilakukan desa-desa di wilayah pesisir. Produk unggulan diharapkan memiliki
kemampuan produksi dalam jumlah yang besar dan kontinyu memilliki kekuatan
persaingan di pasar. Kedua,
membentuk BUMDes. BUMDes dimaksudkan sebagai lembaga usaha yang akan mendorong
produktivitas ekonomi warga desa. Menggunakan modal penyertaan dari desa,
BUMDes memiliki berbagai pilihan untuk dijadikan sebagai usaha sesuai dengan
potensi yang dimiliki dan peluang pasar yang dibidik.
Jenis
usaha yang bisa dijalankan BUMDes yakni:
- Bisnis Sosial/ Serving
Melakukan
pelayanaan pda warga sehingga warga mendapatkan manfaat sosial yang besar. Pada
model usaha seperti ini BUMDes tidak menargetkan keuntungan profit. Jenis
bisnis ini seperti pengelolaan air minum, pengolahan sampah dan sebagainya.
- Keuangan/Banking
BUMDes
bisa membangun lembaga keuangan untuk membantu warga mendapakan akses modal
dengan cara yang mudah dengan bunga semurah mungkin. Bukan rahasia lagi,
sebagian besar bank komersil di negeri ini tidak berpihak pada rakyat kecil
pedesaan.
Selain
mendorong produktivitas usaha milik warga dari sisi permodalan, jenis usaha ini
juga bisa menyelamatkan nasib warga dari cengkeraman renternir yang selama ini
berkeliaran di desa-desa.
- Bisnis Penyewaan/Renting
Menjalankan
usaha penyewaan untuk memudahkan warga mendapatkan berbagai kebuuhan peralatan
dan perlengkapan yang dibutuhkan misalnya penyewaan gedung, alat pesta, penyewaan
traktor dan sebagainya.
- Lembaga Perantara/Brokering
BUMDes
menjadi perantara antara komoditas yang dihasilkan warga pada pasar yang lebih
luas sehingga BUMDes memperpendek jalur distribusi komoditas menuju pasar. Cara
ini akan memberikan dampak ekonomi yang besar pada warga sebagai produsen
karena tidak lagi dikuasai tengkulak.
- Perdagangan/Trading
BUMDes
menjalankan usaha penjualan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat yang
selama ini tidak bisa dilakukan warga secara perorangan. Misalnya, BUMDes
mendirikan Pom Bensin bagi kapal-kapal di desa nelayan. BUMDes mendirikan
pabrik es ada nelayan sehingga nelayan bisa mendapatkan es dengan lebih murah
untuk menjaga kesegaran ikan tangakapan mereka ketika melaut
- Usaha Bersama/Holding
BUMDes
membangun sistem usaha terpadu yang melihatkan banyak usaha di desa. Misalnya,
BUMDes mengelola wisata desa dan membuka akses seluasnya pada penduduk untuk
bisa mengambil berbagai peran yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha wisata itu.
- Kontraktor/Contracting
Menjalankan
pola kerja kemitraan pada berbagai kegiatan desa seperti pelaksana proyek desa,
pemasok berbagai bahan pada proyek desa, penyedia jasa cleaning servise dan
lain-lain. Apalagi sejak 2018 pemerintah desa dilarang mengundang kontraktor
dari luar desa untuk mengerjakan berbagai proyek yang dimiliki desa.
Hal
penting dalam pembuatan keputusan mengenai unit usaha adalah, BUMDes tidak
boleh mematikan potensi usaha yang sudah dijalankan warga desanya. Usaha BUMDes
juga harus memiliki kemampuan memberdayakan kesejahteraan banyak orang. Ini
yang disebut sebagai asas subsidiaritas.
Misalnya,
di kampung ya sebagian besar warganya menghasilkan teung tapioka, BUMDes tidak
boleh memiliki membangun pabrik pengolahan tapioka sendiri. Melainkan mengambil
peran lain dalam rantai produksi warganya.
Contoh
yang baik dilakukan BUMDes Gumelar, Kecamatan Gumelar, Banyumas. BUMDes membuka
usaha penghalusan tepung tapioka untuk menghaluskan tepung tapioka buatan warga
yang masih kasar. BUMDes juga turut memasarkan tepung tapioka itu kemudian.
Hasilnya, tepung tapioka buatan warga Gumelar menjadi naik kualitasnya dan bisa
bersaing dengan produk dari tempat lain.
Prioritas
ketiga adalah membangun embung alias penampung air untuk pertanian. Program
membangun embung diluncurkan Kementerian Desa untuk mendukung produktivitas
pertania desa.
Soalnya,
mayoritas desa di negeri ini masih mengandalkan pertanian sebagai sektor yang
produktif menopang kehidupan warganya. Selain menghasilkan komoditas yang
diperlukan warga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, hasil pertanian juga bisa
menjadi komoditas unggul untuk dijual.
Keempat,
membangun fasilitas olah raga. Ya, olah raga mulai mendapat porsi yang penting
sekarang. Olah raga diyakini bukan hanya akan membantuk tubuh yang sehat bagi
warga desa tetapi juga berfungsi sebagai cara warga desa mendapatkan fungsi
refresing disela kegiatan sehari-hari yang melelahkan.
Tak
hanya itu, olah raga juga sagat efektif membangun mental yang sehat yaitu jiwa
sportif alias bersaing dengan sehat dan membuat hubungan antarpersonal di desa
menjadi erat. Relasi
sosial yang baik di desa-desa bukan hanya dimaksudkan untuk untuk mendukung
produktivitas kerja saja melainkan juga secara langsung maupun tidak langsung
bisa mencegah berbagai penyakit sosial termasuk bisa mencegah berkembangnya
paham terorisme yang sesat dan berbahaya itu.
Setidaknya
ada tiga factor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah desa membentuk dan
mengelola BUMDes. Pertama sumber daya alam yang dimiliki desa tersebut. Apa
saja sumber daya yang secara alami tersedia di desa itu dan apalah selama ini
sudah diolah sedemikian rupa. Pengelolaan sumber alam yang baik akan
menghasilkan manfaat sosial baik profit maupun benefit. Seperti yang dilakukan
Desa Ponggok di Klaten. Ponggok
adalah desa yang dianugerahi mata air segar nan jernih dengan debit luar biasa.
Air itu lalu ditampung di sebuah kolam renang alami dengan ukuran jumbo.
Berbeda dengan taman bermain lainnya, Umbul Ponggok, demikian kolam itu
dinamakan, memiliki dasar kolam alami dan berliweran ikan warna-warni.
Dengan
pintar, pengelola wisata memberikan fasilitas bagi pengujung untuk berfoto
bawah air di kolam ini. Keberadaan tempat ini yang tak terlalu jauh dari
Yogyakarta pusat wisata membuatnya segera menjadi salahsatu destinasi wisata
unggul dengan ribuan pengunjung setiap minggu.
Potensi
alam yang sama berhasil dengan gemilang diolah warga Desa Nglanggran, Kecamatan
Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Desa ini mendapat anugerah berupa pegunungan
batu yag tersusun dari ribuan bebatuan berukurn raksasa bertinggi puluhan
meter. Ini adalah gegunung berusia jutaa tahun bekas kawah gunung purba.
Setelah
jutaan tahun tidur pulas dan tak terperhatikan, sepuluh tahun lalu para pemuda
sadar betapa eksotis-nya gunung api purba itu. Kini, setisaknya 150-an pemuda
dan warga Desa Nglanggaran bekerja mengelola desa wisata mereka. Kedua
faktor modal pendanaan untuk pembiayaan berbagai operasional hingga tercapai
produktivitas yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pasar. Penyertaan modal
adalah salahsatu kekuatan BUMDes mengembang. Tetapi
sebelum rupiah dikucurkan, Kepala Desa harus yakin bahwa BUMDes telah menyusun
business plan yang baik. Business Plan sangat penting dalam membangun sebuah
usaha karena akan menjadi pedoman bagaimana bisnis itu akan dijalankan.
Business
Plan juga kan menjadi memberikan gambaran yang jelas mengenai apa bisnis yang
akan dijalankan, bagaimana menjalankan termasuk kebutuhan permodalan dan pasar
yang dituju untuk menjual produk. Seperti
yang dilakukan BUMDes Amarta, Sleman, Yogyakarta. BUMDes ini mendapatkan modal
penyertaan pertama Rp. 50 juta. Apa yang dilakukan Amarta? BUMDes ini
memutuskan bergerak mengelola sampah desanya. Amarta
menyulap sebuah bangunan terbuka yang mangkrak untuk markas pengolahan sampah
sekaligus kantor BUMDes. Hanya butuh waktu tiga bulan bagi Amarta untuk
membuktikan, dengan manajemen yang baik, sampah yang dijauhi semua orang karena
aromanya itu berubah menjadi pundi rupiah yang menguntungkan.
Enam
bulan kemudian Amarta telah memiliki pegawai tetap dengan gaji UMR. Tak sampai
setahun, BUMDes ini didatangi berbagai bank yang datang menawarkan bantuan
permodalan. Tetapi,
faktor yang paling utama keberhasilan BUMDes sesungguhnya bukan sumber daya
alam tau modal uang penyertaan melainkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Bagaimanapun semua potensi yang ada bakal terbukti bisa menjadi komoditas yang
produktif atau tidak semuanya tergantung pada bagaimana SDM mengelolanya. Seperti
yang dilakukan BUMDes Tammangalle Bisa, Desa Tammangale di Sulawesi. Kecmatan
Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulwesi Barat. Ini adalah desa pesisir
yang sebagian besar warganya pergi melaut selama berminggu-minggu demi mencari
makan keluarganya. Pola itu sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Sementara itu
para istri di rumah mengisi waktunya menenun kain sarung yang kemudian dikenal
sebagai Sarung Tammangalle.
Melihat peri kehidupan itu, Sang Kepala Desa punya ide sederhana namun sangat pintar.
Kepala desa mengajari warganya untuk mulai menjual tenun buatan warganya
melalui media sosial alias online. Benar saja, dalam beberapa minggu saja
terjadi perubahan besar di kampung ini. Sarung
tenun buatan tangan perempuan desa ini mendapat sambutan pasar nan hangat.
Langkah sederhana namun pintar kepala desa membuat pare penenun kini
mendapatkan pendapatan berlipat dibanding model pemasaran sebelumnya yang
dikuasai tengkulak kain.
Antara
Keuntungan Profit dan Benefit
Salahsatu
pemahaman yang silang sengkarut mengenai BUMDes adalah mengenai keuntungan
alias laba. Celakanya, sebagian kepala desa terlanjur meyakini bahwa BUMDes
yang hebat adalah BUMDes yang bisa membukukan pendapatan milyaran rupiah.Padahal
sesungguhnya, kehebatan BUMDes tak bisa diukur dari pendapatan rupiahnya saja.
Sebaliknya, BUMDes yang lebih mementingkan manfaat sosial adalah BUMDes yang
bisa menciptakan keuntugan jauh lebih besar.
Seperti
yang dilakukan Desa Binaus, Kecamatan Molo Tengah, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur. Desa ini punya ide sederhana namun luar biasa.
BUMDes Aneotop, nama BUMDes mereka, membeli peralatan pesta berupa tenda-tenda
lengkap dengan kursi, meja dan sebagainya untuk disewakan pada warganya.
Sekilas
ide ini bukan ide hebat karena di belahan wilayah yang lain, penyewaan alat
pesta bahkan ditawarkan oleh perorangan, tak perlu desa. Lalu apa hebatnya ide
BUMDes Aneotob?
Rupanya,
warga Binaus punya kebiasaan yang mengkawatirkan bagi Nahor Tasekep, sang
Kepala Desa. Warga desa ini ternyata hobi menebangi pohon-pohon di kampungnya
jika menggelar pesta.
Batang-batang
pohon itu dipotong untuk mendirikan tratag untuk pesta mereka. “ Kalau
dibiarkan, desa kami bisa gundul karena pohon-pohonnya habis ditebangi untuk
pesta,” kata Nahor. Lalu lahirlah ide itu dan kini, warga dengan suka cita
bergiliran menyew tenda milik BUMDes Aneotob setiap menggelar pesta.
Pepohonan
di desa itupun selamat dari tebasan parang warga. Ternyata, ide penyewaan alat
pesta itu sama sekali bukan karena ikut-ikutan desa lain atau karena tidak ada
ide usaha melainkan karena Nahor Sang Kepala Desa ingin menyelamatkan
kelestarian alam desanya. Selain
alat pesta, BUMDes Aneotob juga punya ide luar biasa menjawab masalah sosial di
desanya. Selama bertahun-tahun Binaus dan beberapa desa tetangganya adalah
daerah rawan kekeringan. Kekurangan
air bersih mendera kehidupan warga desa ini. Padahal desa ini memiliki beberapa
sumber air yang tak pernah kering. Lalu mereka membangun tujuh bak penampungan
air di tujuh tempat di desanya. Air dari mata air itu lantas disalurkan ke
bak-bak penampungan itu.
Kini
warga tinggal datang membawa ember dan jerigen untuk mendapatkan air di bak-bak
penampungan yang berada tak jauh dari rumah mereka. Setiap bulan setiap kepala
keluarga dengan gembira membayar Rp. 20 ribu untuk layanan ini. Uang itu
dikumpulkan untuk membiayai operasional mengalirkan air dari sumber ke bak-bak
penampungan. Meski
belum mengalir melalui kran di rumah-rumah warga tetapi langkah Binaus telah
membuat kisah kekeringan dan kekurangan air bersih tak pernah lagi mampir pada
kehidupan warga.
Sebagai
kegiatan BUMDes-nya, BInaus memilih menjalankan bisnis sosial alias usaha yang
tidak terlalu berharap keuntungan finansial. Yang terpenting bagi Binaus
adalah, desa membuktikan ada dan melalui BUMDes-nya terbukti mampu mengatasi
kisah sedih yang menimpa warganya yakni mampu menghadirkan air menjadi mudah
didapat warga sekaligus menyelamatkan desa dari ancaman kegundulan akibat
kebiasaan menebang pohon warga. Langkah
yang juga elok dilakukan BUMDes Amanah, Desa Padangjaya, Kecamatan Kuaro,
Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Selama bertahun-tahun warga desa yang
sebagian besar adalah petani sawit harus hidup dalam cengkeraman para pengijon
sawit yang gentayangan di kampungnya.
Akibatnya,
hasil panenan para petani tidak pernah bisa mensejahterakan kehidupan mereka.
Melihat kenyataan itu Kepala Desa Padangjaya lalu tergerak untuk melakukan
sesuatu. BUMDes-pun lahir sebagai kekuatan yang keudian menciptakan banyak
kemajuan ekonomi di desa ini. Agar
para petani sawit tidak lagi dikuasai tengkulak, BUMDes lalu menggunakan
penyertaan modalnya untuk membeli hasil panenan warga. Setelah itu baru BUMDes
menjual sawit ke pabrik. Dengan cara itu maka warga desa tak perlu lagi hidup
dalam cengkeraman para tengkulak dan bisa mendapatkan harga jual yang
menguntungkan ekonomi mereka.
Tak
berhenti di situ, BUMDes juga menyediakan bibit sawit, pupuk bahkan pinjaman
modal untuk para petani yang bisa dibayar ketika panen datang. Dengan layanan
itu warga desa tak perlu lagi pusing memikirkan modal tanam. Berbagai
langkah ini segera menciptakan peningkatan pendapatan yang sangat signifikan
bagi para petani. Di sisi lain BUMDes Amanah juga mendapatkan keuntungan atas
jasa trading yang dilakukannya. Selain beberapa unit usaha itu BUMDes Amanah
juga sukses membangun Pasar Desa untuk menciptakan pusat transaksi ekonomi
warga. Kisah
dua BUMDes di atas adalah segelintir desa yang berhasil menciptakan manfaat
sosial sekaligus mendapatkan income sebagai lembaga usaha dan menjadikan BUMDes
sebagai kekuatan pendorong perkembangan ekonomi desa.
Rupiah
yang didapatkan BUMDes Aneotob memang tak mencapai miliaran tetapi
menyelematkan seluruh warga desa dari kekurangan air bersih adalah pekerjaan
yang hebat. Ditambah lagi Aneotob mencegah rusaknya alam desanya dengan
menyewakan tenda dan alat pesta.Prestasi
BUMDes Amanah juga luar biasa. BUMDes ini membuat ratusan keluarga di desannya
bisa menikmati harga yang menguntungkan dari sawit yang mereka tanam. Sehingga
para patenai sawit di desa itu kini bisa mendapatkan pendapatan lebih besar dan
layak untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Tak
hanya itu, Pasar Desa yang dilahirkannya juga telah menjelma sebagai tempat
bertemnya komoditas dan pihak yang membutuhkannya dalam bentuk transkasi jual
beli. Pasar ini juga membuka banyak peluang pendapatan baru bagi warga yang
menyewa kios dan menjual berbagai kebutuhan hidup.Maka
jika ribuan BUMDes benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagai unit usaha
milik desa yang menggunakan aset dan potensinya untuk menciptakan kesejahteraan
desa, sudah jelas BUMDes akan menjadi raksasa ekonomi yang kuat dan mandiri
bagi seluruh desa. Itu artinya, negeri ini bakal pula menjelma menjadi negeri
dengan kekuatan ekonomi raksasa. (Referensi : www.siapbisnis.net)
0 Komentar