Salam Sejahtera!
Pada tanggal 26-28 Juli 2021 ini akan diselenggarakan
Pre-Summit Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan Dunia oleh PBB (United
Nations Food System Summit-UNFSS) dan acara pada September 2021 di New York,
AS. KTT ini dimaksudkan untuk menjadi wadah dalam mengentaskan permasalahan
kelaparan dan gizi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan Laporan
SOFI 2021 (State of the Food Security and Nutrition in theWorld), lebih dari
811 juta penduduk dunia menghadapi kelaparan pada tahun 2020 atau meningkat 116
juta dari tahun 2019.
Namun menjadi keprihatinan kami adalah bahwa
penyelengggaraan KTT ini bekerjasama dengan World Economic Forum (WEF) yang
merupakan representasi dari ribuan elit bisnis dari korporasi besar dan elit
politik dari negara-negara industri besar. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi
kebijakan dan pengambilan keputusan di dalam KTT tersebut, sementara itu disaat
yang bersamaan akan menyingkirkan peran masyarakat sipil, produsen pangan skala
kecil, dan gerakan petani untuk mengembangkan sistem pangan yang berkeadilan.
"Kami melakukan kritik terhadap KTT Sistem Pangan
Dunia, karena KTT ini tidak menjawab persoalan struktural terhadap penegakan
kedaulatan pangan di tingkat global. Justru pengaturan sistem pangan dunia yang
berjalan kini sangat pro liberalisasi dan mendorong dominasi korporasi. Pintu
masuknya melalui perjanjian perdagangan bebas yang membuat satu aturan sistem
pangan dunia dapat dengan mudah didominasi oleh korporasi." Ungkap Rahmat
Maulana Sidik, Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ). Senada
dengan pernyataan tersebut, Gusti Shabia dari FIAN Indonesia "KTT Sistem
Pangan Dunia akan menciptakan pengukuhan pengaturan pangan global yang semakin
melanggengkan dominasi korporasi dan semakin menjauhkan bentuk forum yang
berbasis hak. Dalam hal ini, yang tidak mendorong negara untuk menjadi
pengemban kewajiban dan rakyat sebagai pemegang hak."
Menurut Sekjend KPRI, Anwar Sastro menekankan bahwa “Pangan
adalah soal kebutuhan survival manusia, bukan soal profit, Jadi prinsip kerja
korporasi pangan bertentangan dengan prinsip dasar pangan. Agro-koperasilah
seharusnya, tentu dengan prinsip agro-ekologi dalam tata kelolanya. Belajar
dari banyak kasus kelaparan, kurang gizi, ketimpangan dalam masalah pangan,
segala bentuk upaya yang ingin memonopoli atau mendominasi, mengeksploitasi dan
tindakan yang kapitalistik lainnya harus dihentikan, termasuk upaya baru
segelintir orang yang mendorong adanya UNFSS.“
Putri Fahimatul, Staf Advokasi Kebijakan Solidaritas
Perempuan juga menyatakan “KTT Sistem Pangan Global adalah bentuk nyata dari
pembajakan oleh korporasi atas ruang publik, termasuk sistem PBB. Agenda
korporasi yang mengejar keuntungan, berkebalikan dengan karakteristik
pengelolaan pangan perempuan yang merawat dan memperhatikan keberlanjutan antar
generasi. Covid 19 ini seharusnya mampu membuka mata kita bahwa sudah
seharusnya kita sadar petani dan nelayan lah penyokong utama dalam sumber
pangan.”
Di sektor nelayan Budi Laksana, Sekjend SNI mengungkapkan
permasalahan di sektor kelautan “Indonesia adalah mayoritas nelayan kecil yg
menggantungkan hidupnya kepada wilayah pesisir dan kelautan. Ekpansi modal
dengan menjadikan laut sebagai kapital dan industrualisasi, serta intensifikasi
banyak meminggirkan nelayan ruang pesisir menjadi sentra sentra pelabuhan,
nelayan harus berhadapan dengan industri kapal yg dimiliki korporasi, UNFSS
akan semakin meminggirkan para nelayan”
Sebagai solusi sistem pangan yang saat ini ada, Afgan
Fadlila dari SPI mengatakan “Penguasaan lahan yang minim dan maraknya
perampasan lahan dan kriminalisasi petani membuat keberlangsungan produksi
pangan yang sehat dan bernutrisi sulit berjalan serta kesejahteraan petani pun
terancam. Oleh karena itu, kedaulatan pangan merupakan solusi utama untuk
mengatasi permasalahan pangan hari ini. Syarat-syarat kedaulatan pangan wajib
dilaksanakan secara komprehensif, seperti reforma agraria, agroekologi dan
penguatan koperasi.”
Oleh karena itu, kami segenap gerakan masyarakat sipil dan
organisasi massa berpendapat dan bersikap:
1. Menyatakan keberatan terhadap KTT Sistem Pangan Dunia
PBB/UNFSS karena jauh dari semangat multilaterisme, demokrasi dan transparansi
dan lebih banyak mengakomodir kepentingan bisnis;
2. Mendesak Pemerintah untuk melangsungkan dialog terkait
transformasi sistem pangan nasional dengan jejaring masyarakat sipil dan
organisasi petani, nelayan, serikat buruh, perempuan, dan kelompok masyarakat
adat yang lebih luas, dengan proses yang lebih demokratis dan transparan untuk
mewujudkan sistem pangan yang berbasis kedaulatan pangan;
3. Meletakkan kedaulatan pangan yang adil gender sebagai
pilar utama dan jalankan reforma agraria sejati, agroekologi, kelembagaan
ekonomi yang bersifat solidaritas dan kerakyatan.
4. Mendesak Pemerintah untuk menghentikan segala perampasan
ruang hidup terhadap petani, nelayan, dan produsen pangan skala kecil lainnya
dengan proyekproyek infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan baik di
daratan, pesisir, atau pulau-pulau kecil serta memperbaiki kondisi kerja dan
pendapatan yang layak bagi para pekerja dan buruh di sektor pangan;
5. Mengajak seluruh unsur masyarakat sipil untuk memperjuangkan gerakan kedaulatan rakyat di Indonesia.
Demikian Release ini kami buat agar persoalan pangan ini
dapat menjadi keprihatinan kita bersama. Pangan adalah hak dasar manusia dan
seluruh warga negara. Pemenuhannya harus menjadi tanggung jawab negara
Narahubung:
1. Gusti Shabia +62 812-8373-9421
2. Afgan +62 813-6151-2131
3. Anwar Sastro +62 811-8455-579
Organisasi yang bergabung dengan Komite Rakyat Untuk
Transformasi Sistem Pangan:
FIAN Indonesia, Indonesia for Global Justice (IGJ),
Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Serikat Petani Indonesia (SPI),
Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS), Aliansi Petani
Indonesia (API), Bina Desa, Solidaritas Perempuan, Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI), Yayasan Tananua Flores, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia
(KPBI), Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS), FSBKU – KSN, KOBETA,
FIELD Indonesia, Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan (KIARA), Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), Perkumpulan Inisiatif, WALHI
Kalteng, FSRP – KSN, FS-Pasopati -KSN, Samawa Islam Transformatif (SIT), Bina
Keterampilan Pedesaan Indonesia (BITRA), Agrarian Resources Center (ARC), Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA), Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Komunitas Desa
(Komdes)-Sulawesi Tenggara.
Baca juga : Permasalahan Sistem Pangan di Indonesia
Baca Juga : KRTSP Serukan Tolak KTT Sistem Pangan Dunia PBB-Forum Ekonomi Dunia 2021
0 Komentar