Ende, Tananua Flores| – Yayasan Tananua Flores (YTNF) menyelenggarakan lokakarya bertajuk "Peningkatan Ketahanan Komunitas Melalui Hak Alam dan Hak Warga" di Kabupaten Ende. Kegiatan ini dihadiri oleh 14 desa, terdiri dari 6 desa dampingan lama dan 8 desa baru. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antara YTNF, pemerintah desa, dan komunitas setempat dalam menjaga kelestarian alam serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.(25/09)
Direktur YTNF, Bernadus Sambut dalam sambutannya, menekankan pentingnya menyatukan pandangan antara desa dampingan dan YTNF. "Pertemuan ini lahir dari pengalaman mendampingi lebih dari 100 desa. Kita ingin memastikan bahwa program ini bukan hanya milik Tananua, tapi merupakan usaha bersama untuk memberdayakan masyarakat desa," ujarnya. Beliau juga menyoroti pentingnya menjaga lingkungan, seperti tanah, hutan, dan air, yang semakin terdegradasi.
Ketua Pengurus YTNF, yang sekaligus membuka kegiatan, mengilustrasikan peran YTNF dengan sebuah dongeng. "Persahabatan antara kera dan ikan, di mana kera dengan niat baik memindahkan ikan ke atas pohon, mengakibatkan kematian ikan tersebut. Hal ini mencerminkan niat baik yang tanpa pemahaman mendalam dapat berdampak buruk. YTNF berusaha menghindari hal ini, dengan mengedepankan peran masyarakat sebagai penggerak utama," jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa pembangunan yang dipimpin oleh masyarakat itu sendiri akan lebih efektif.
Hironimus Pala, dalam materi bertajuk "Merawat Bumi, Memelihara Kehidupan", menjelaskan dampak perubahan iklim yang tidak menentu. "Suhu yang semakin panas, curah hujan yang tidak stabil, semuanya adalah tanda-tanda krisis iklim," ungkapnya. Ia menyoroti bahwa kerusakan alam sebagian besar disebabkan oleh program yang tidak melibatkan masyarakat secara aktif dan mengabaikan kearifan lokal.
Kegiatan lokakarya ini melibatkan diskusi reflektif dari 14 desa mengenai empat isu utama: Hak dan Akses, Pengelolaan Partisipatif, Tata Kelola Inklusif, dan Sistem Sosial Ekonomi. Peserta diskusi, termasuk tokoh masyarakat dan perwakilan perempuan, mengangkat isu-isu penting yang dihadapi di lapangan, seperti status lahan, pemanfaatan hutan, hingga tantangan dalam pengelolaan ekonomi komunitas.
Arnoldus, perwakilan BPD Pemo, menyoroti pentingnya memahami status kepemilikan tanah serta bagaimana mengelolanya untuk kepentingan bersama. Sementara itu, Martina, tokoh perempuan dari Tiwusora, berbicara mengenai mimpi masyarakat dalam memanfaatkan lahan yang pernah diklaim sebagai kawasan lindung namun tetap bisa dikelola secara berkelanjutan oleh warga.
Hasil diskusi mencerminkan harapan dari setiap desa untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat. Beberapa langkah tindak lanjut yang diusulkan termasuk penghijauan hutan, pembentukan tim patroli desa, serta pendirian usaha bersama (UBSP) untuk meningkatkan ketahanan ekonomi.
Lokakarya ini juga mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam merencanakan dan mengelola sumber daya alam serta ekonomi desa dengan cara yang lebih inklusif dan berkelanjutan. YTNF berkomitmen untuk terus mendampingi desa-desa ini melalui pendekatan yang lebih partisipatif.
Dengan tepuk tangan lima kali sebagai tanda pembukaan, lokakarya ini berhasil menjadi wadah refleksi kolektif tentang pentingnya sinergi dalam menjaga alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa.
Kontributor: Herman lion
Editor:JFM
0 Komentar